Senin, 06 Juni 2016

Aku, Ibu dan Ramadhan

Satu lagi momen yang mulai harus aku lewati tanpa ibu. Ramadhan tahun ini pertama kalinya harus aku lewati tanpa ibu. Satu lagi kenangan akan terhenti. Kenangan ramadhan kita terhenti di ramadhan tahun lalu.

Aku tidak ingin melupakannya. Untuk itu, aku akan menuliskannya di sini.


Jika melihat umurku dan kita hitung dari masa balighku, berarti sudah 14 kali ramadhan kita lalui bersama. Dari mulai ketika umurku 9 tahun berarti saat aku di kelas 4 SD. aku masih belum berpuasa dan benar dan ibu tidak pernah memaksaku. Aku ingat waktu itu aku menjadi ejekan teman-temanku dan ibu selalu punya alasan untuk membelaku.

Tidak banyak yang aku ingat tentang ramadhan ketika aku di SD dan SMP. Pada waktu itu ibu masih sehat, segar, banyak tertawa. Tidak, aku tahu saat itu ibu sudah merasa sulit, tapi ibu masih bisa menahannya sendiri. Aku ingat saat aku di SMP, ada seseorang yang menyuruh kita untuk membantu membersihkan rumahnya. kita membersihkannya bersama. Saat itu kita sedang berpuasa. dan kita masih teramat sangat pas-pasan. aku ingat kita harus menunggu pemilik rumahnya pulang untuk menerima bayarannya. Entah karena dia merasa kasihan atau karena memang dia puas dengan hasil kerja kita, dia membayar kita 2x lipat. Alhamdulillah.. kita bisa bebuka dengan nasi padang. Sapu lantai yang dia berikan juga masih kita pakai di rumah sampai hari ini. Sudah kurang nyaman dipakai, tapi entah kenapa aku selalu ingat bapak itu ketika aku berniat membuangnya.

Satu lagi yang aku ingat, saat itu 2 hari menuju lebaran dan kita belum punya apa-apa di rumah. Tapi Allah selalu membantu kita lewat hamba-hambanya yang baik. Ada seorang bapak baik yang memberikan zakat kepada kita hari itu. zakatnya dia berikan lewat aku dan bapak. ketika kami sampai, ibu sedang duduk di rumah dengan wajah kusut. Selembar uang itu adalah harta paling berharga yang kita punya. Akhirnya kita bisa masak hidangan lebaran. Pada saat itu, yang aku takutkan adalah aku tidak bisa memakai baju baru seperti yang lain, atau kue lebaran ku lebih sedikit dibanding kue temanku atau uang saku ku lebih sedikit dibanding temanku. Aku tahu itu semua juga adalah apa yang menjadi kekhawatiranmu. Aku tahu ibu selalu ingin aku menjadi yang paling bahagia di antara yang lain. Aku tahu. aku selalu menjadi prioritas ibu. Dan aku sangat bersyukur atas itu.

Ramadhan di SMA, tidak banyak yang aku ingat. tapi aku sudah mulai bekerja part time dan mengajar les privat, dan ibu sudah semakin sering sakit. Tapi sakit ibu pada waktu tidak pernah lama dan kita masih belum tahu tentang diabetesnya. Pada masa-masa ini aku sudah mulai paham tentang kesulitan kita. aku tidak terlalu ngeyel tentang baju baru. Aku sudah tahu bagaimana rasanya mencari uang. Lulus SMA dan aku mulai bekerja full time. Saat aku menerima THR pertama ku, aku merasa menjadi orang yang paling kaya. aku bisa membeli baju baru dengan uang ku sendiri. baju yang ku beli saat itu adalah baju termahal yang pernah aku beli. Tapi saat itu kita tidak memiliki foto berdua.

Aku mulai bekerja di tempat kerjaku sekarang, dan penghasilanku membaik. aku diterima dengan baik disana, aku diberi kepercayaan dan kesempatan untuk aktualisasi diri. aku merasa nyaman. Tapi kesehatanmu menjadi semakin menghawatirkan. diabetes itu perlahan-lahan menggerogoti badan mu. berat badan mu turun drastis dan ada yang hilang di tubuh mu. Pada masa ini kita bukan hanya sebagai penerima zakat, tapi kita juga bisa memberi zakat. Alhamdulillah..

Hanya ada 2 foto yang aku punya bersama mu. dan dua-duanya adalah foto saat idul fitri. Tahun kemarin kita tidak berfoto. Ibu bilang tahun depan (berarti tahun ini) saja kita berfoto. ibu salah kan? kenapa tahun kemarin kita tidak berfoto saja? seberapapun kacau nya ibu pada sat itu, aku tidak peduli. Iya, idul fitri tahun kemarin ibu sakit. Kerudung yang aku beli untuk mu, hanya ibu pakai sekali. Setidaknya saat itu ibu masih ada, tidak seperti sekarang.

Pada minggu-minggu terakhir kita, ibu bilang tekadang ibu merasa sepi dan sendiri. Pekerjaan ku saat ini memang menyita banyak waktu. Maaf, karena aku sudah membiarkan mu merasa kesepian. Maaf, karena aku pernah membiarkan mu buka puasa sendiri, maaf karena aku pernah membiarkanmu terbangun sediri. Bahkan di malam-malam terakhirmu, ketika ibu tidak bisa tidur dan aku ingin menemanimu. Ibu selalu menyuruhku untuk tidur saja karena besok aku harus kerja.

Hanya dua kata yang sekarang tersisa, aku minta maaf atas segala kekuranganku menjadi anakmu. terima kasih karena selalu membuatku menjadi prioritasmu. terima kasih karena sudah memberikan seluruh kasih sayang mu sampai ibu pergi. Terima kasih karena kamu lah yang menjadi ibuku. Bukan yang lain. Terimakasih, sungguh terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar